Pengertian Asma Dan Penjelasannya
Menurut
Stein (1998), asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh
penyempitan yang intermitten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan
terhalangnya aliran udara, sedangkan menurut Surya (1990), asma adalah
obstruksi jalan napas generalisata yang bervariasi dalam hal spontanitas atau
responnya terhadap pengobatan.
Asma adalah
penyakit obstruksi jalan napas yang dapat pulih dan intermitten yang ditandai
oleh penyempitan jalan napas, mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Baughman,
2000).
Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan asma adalah penyakit inflamasi
obstruksi yang ditandai oleh episodik spasme otot polos dalam dinding saluran
udara bronchial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan napas
sehingga membuat pernapasan menjadi sulit (dispnea), menimbulkan bunyi mengi
dan batuk.
B. Klasifikasi
Ada 2 bentuk asma : asma bronkhial
menurut Subuea (2005), yaitu :
1. Asma
esktrinsik, mulai pada usia muda, sering pada anak kecil
Gejala awal
berupa ekzema/hay fever (bersin-bersin dengan ingus yang encer) hay fever dan
eksema dapat timbul pada penderita yang berdasarkan sifat imunologik, peka
terhadap alergen yaitu bahan yang terdapat dalam udara. Keadaan ini disebut
atopi. Alergen yang telah lama dikenal ialah tepung sari dari bunga,
rumput-rumputan, pohon, bulu kucing atau debu rumah.
2. Asma
bronkhial intrinsik timbul pada usia yang lebih lanjut, hampir sepanjang hidup
penderita ini tidak kita temukan suatu faktor alergi yang menjadi penyebabnya
tetapi ditemukan kepekaan yang berlebihan dari bronkus terhadap sejumlah
stimulus yang non alergi, misal : infeksi virus/bakteri dari bronkus,
kadang-kadang kegiatan jasmani, kadang-kadang karena menghirup udara dingin.
C. Etiologi
Menurut
Surya (1990) dalam buku Manual Ilmu Penyakit Paru, penyebab asma yaitu :
1. Faktor
Predisposisi
a. Atopi
Gejala
seperti rinitis musiman (hay fever) atau eksema maupun secara imunologis
(berupa tes prick kulit yang positif terhadap satu atau lebih alergen, atau
peningkatan kadar IgE serum.
b. Riwayat
keluarga
Suatu
riwayat keluarga asma seringkali diperoleh pada anamnesis.
2. Faktor
Presipitasi
a. Latihan
Asma,
terutama pada remaja, seringkali dicetuskan oleh latihan.
b. Suhu udara
Inhalasi
udara kering dan dingin seringkali mencetuskan asma dan beberapa pasien mungkin
mengalami mengi pada perubahan udara dingin menjadi panas.
c. Musim
Musim
mempengaruhi asma melalui efeknya pada suhu udara, melalui terjadinya infeksi
saluran napas atas atau melalui alergen “air borne” musiman.
d. Alergi
Alergen
domestol yang paling umum menyebabkan asma adalah bulu binatang dan debu rumah,
tetapi itu mungkin tidak mungkin diketahui atau dibuktikan hubungannya. Musiman
terdiri dari serbuk sari pohon (musim semi), serbuk sarik rumput (musim panas)
lumut (musim gugur) dan banyak yang lainnya.
e. Pekerjaan
f. Makanan dan
minuman
Bahan
pengawet (sulfur dioksida dalam minuman dan beberapa makanan kalengan), bahan
pewarna (terutama tartrazine dalam makanan dan minuman) atau campuran (seperti
rezin dan bahan lain dalam anggur).
g. Emosi
Emosi
mungkin berperan dalam mencetuskan serangan asma pada orang yang sudah
diketahui menderita asma.
h. Obat-obatan
Obat-obatan
beta blocker akan memperburuk asma yang sudah ada, analgetik (terutama tetapi
tak selalu aspirin) mungkin mencetuskan asma terutama pada pasien yang lebih
tua yang juga mempunyai polip hidung.
i. Infeksi
saluran napas atas
Merupakan
pencetus yang umum untuk kambuhnya asma (Surya, 1990).
D. Patofisiologi
Mekanisme
terjadinya penyempitan saluran nafas pada asma disebabkan oleh adanya proses :
1. Kontraksi
otot polos bronkus (bronkospasme)
2. Adanya
hiperreaktifitas bronkus
3. Proses
peradangan (inflamasi) saluran napas
(Samekto,
2002)
E. Manifestasi
Klinis
Menurut
Baughman (2002) adalah :
1. Gejala umum
a. Batuk
b. Dispnea
c. Mengi
2. Serangan
asma
a. Seringkali
terjadi pada malam hari
b. Mulai secara
mendadak dengan batuk dan sensasi sesak dada
c. Kemudian
pernapasan lambat, laborius, mengi
d. Ekspirasi
lebih kuat dan lama dari inspirasi
e. Obstruksi
jalan napas membuat sensasi dispnea
f. Batuk sulit
dan kering pada awalnya, diikuti dengan batuk yang lebih kuat dengan sputum
yang berbeda dari lendir encer.
g. Total
serangan dapat berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat menghilang
secara spontan
3. Tanda-tanda
lanjut
a. Sianosis
sekunder akibat, hipoksia berat
b. Gejala-gejala
retensi karbon inonoksida (misal : berkeringat, takikardia dan desakan nadi
melebar)
4. Reaksi yang
berhubungan
a. Eksem
b. Urtikaria
c. Edema
angioneurotik
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurur
Samekto (2002) dan Suryo (1990) adalah :
1. Foto ronsen
data
Biasanya
normal pada saat diantara serangan asma kecuali pada asma yang berat dan lama
(ketika terjadi inflamasi berlebihan dan penebalan dinding dada) atau jika tak
terjadi komplikasi, seperti aspergilosis bronkhopulmonal.
2. Pemeriksaan
laboratorium
- Darah :
cosinofilia (5-15% total leukosit)
- Sputum :
eosinofilis, spiral crushman, kristal charcot leyden
- Tes kulit
dengan alergen
- Pengukuran
kadar IgE serum
3. Pemeriksaan Radiologi
- Normal atau
hiperinflasi
- Penting
untuk mengetahui adanya komplikasi : pneumothorak, pneumonia, atelektasit,
pneumomediastinum, dan lain-lain
4. Tes
provokasi bronkus
Untuk
menunjukkan adanya hiperreaktifitas bronkus :
- Provokasi
beban kerja
- Provokasi
dengan hiperventilasi isokaonik udara dingin
- Provokasi
inhalasi dengan bahan :
a. Spesifik :
alergen tertentu
b. Non spesifik
: histamin, metakilin, prostaglandin F2 alfa
5. Anlisa gas
darah
Pemeriksaan
ini atas indikasi untuk menentukan derajat beratnya asma atau gagal nafas.
6. Pemeriksaan
EKG
Untuk
menentukan seberapa jauh pengaruh serangan asma terhadap jantung.
G. Penatalaksanaan
Menurut
Baughman (2000) adalah :
1. Terapi obat
- Agonis beta
- Metilsantin
- Antikolinergik
- Kortikosteroid
- Inhibitor
sel mast
2. Penatalaksanaan
asma tergantung atas beratnya serangan, berdasarkan anjuran WHO penatalaksanaan
asma secara global (GINA : Global Initiative for Asthma) sebagai berikut :
Menurut
Samekto (2000)
Tujuan umum
terapi asma adalah :
a. Pertahankan
aktifitas normal, pekerjaan sehari-hari
b. Pertahankan
faal paru mendekati normal
c. Cegah gejala
kronik dan eksaserbasi
d. Hindari efek
samping obat-obatan asma
3. Pencegahan
Menurut
Baughman (2000) adalah :
a. Evaluasi dan
identifikasi protein asing yang mencetuskan serangan
b. Lakukan uji
kulit terhadap bahan dan matras dan bantal jika serangan terjadi pada malam
hari
c. Lakukan uji
kulit yang dibuat dengan senyawaan kerokan antigen dari rambut atau kulit jika
serangan tampak berkaitan dengan binatang
d. Hindari
pemajanan terhadap bercak serbuk yang membahayakan, misal : tinggal dalam
ruangan ber-AC selama musim serbuk atau jika memungkinkan ubah zona iklim
e. Cegah asma
yang diakibatkan oleh latihan (EIA) dengan melakukan inspirasi udara pada 37ºC
dan kelembaban relatif 100%
f. Tutup hidung
dan mulut dengan masker untuk aktivitas yang menyebabkan serangan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut
Nugroho (2000) :
1. Temperatur
- Mungkin
serendah 95ºF (hipotermi) ± 35ºC
- Lebih teliti
diperiksa di sublingual
2. Pulse
(denyut nadi)
- Kecepatan,
irama, volume
- Apikal,
radial, pedal
3. Respirasi
(pernafasan)
- Kecepatan,
irama, kedalaman
- Tidak
teraturnya pernafasan
4. Tekanan
darah
- Saat baring,
duduk, berdiri
- Hipotensi akibat
posisi tubuh
5. Berat badan
perlahan-lahan hilang pada tahun-tahun terakhir
6. Tingkat
orientasi
7. Memory
(ingatan)
8. Pola tidur
9. Penyesuaian
psikososial
10. Sistem
persyarafan
a. Kesimetrisan
raut wajah
b. Tingkat
kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak
- Tidak semua
orang menjadi snile
- Kebanyakan
mempunyai daya ingatan menurun atau melemah
c. Mata :
pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak
d. Pupil :
kesamaan, dilatasi
e. Ketajaman
penglihatan menurun karena menua :
- Jangan dites
di depan jendela
- Pergunakan
tangan atau gambar
- Cek kondisi
kacamata
f. Sensory
deprivation (gangguan sensorik)
g. Ketajaman
pendengaran
- Apakah
menggunakan alat bantu dengar
- Tinutis
- Serumen
telinga bagian luar, jangan dibersihkan
h. Adanya rasa
sakit atau nyeri
11. Sistem
kardiovaskuler
a. Sirkulasi
perifer, warna dan kehangatan
b. Auskultasi
denyut nadi apikal
c. Periksa
adanya pembengkakan vena jugularis
d. Pusing
e. Sakit
f. Edema
12. Sistem
gastrointestinal
a. Status gizi
b. Pemasukan
diet
c. Anoreksia,
tidak dicerna, mual dan muntah
d. Mengunyah
dan menelan
e. Keadaan
gigi, rahang dan rongga mulut
f. Auskultasi
bising usus
g. Palpasi
apakah perut kembung ada pelebaran kolon
h. Apakah ada
konstipasi (sembelit) diare adan inkondinensia alui
13. Sitem
genitourinarius
a. Warna dan
bau urine
b. Distensi
kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan untuk buang air kecil)
c. Frekuensi,
tekanan atau desakan
d. Pemasukan
dan pengeluaran cairan
e. Disuria
f. Seksualitas
- Kurang minat
untuk melaksanakan hubungan seks
- Adanya
kecacatan sosial yang mengarah keaktivitas seksual
14. Sistem kulit
a. Kulit
- Temperatur,
tingkat kelembaban
- Keutuhan
luka, luka bakar, robekan
- Turgor
(kekenyalan kulit)
- Perubahan
pigmen
b. Adanya
jaringan parut
c. Keadaan kuku
d. Keadaan
rambut
e. Adanya
gangguan-gangguan umum
15. Sistem
mukuloskeletal
a. Kontraktur
- Atrofi otot
- Mengecilkan
tendo
- Ketidakadekuatannya
gerakan sendi
b. Tingkat
mobilitas
- Ambulasi
dengan atau tanpa bantuan/peralatan
- Keterbatasan
gerak
- Kekuatan
otot
- Kemampuan
melangkah atau berjalan
c. Gerakan
sendi
d. Paralisis
e. Kifosis
16. Psikososial
a. Menunjukkan
tanda-tanda meningkatkannya ketergantungan
b. Fokus-fokus
pada diri bertambah
c. Memperlihatkan
semakin sempitnya perhatian
d. Membutuhkan
bukti nyata akan rasa kasih sayang yang berlebihan
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi serta Rasional
1. Diagnosa :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental (Doenges, 1999)
Intervensi
|
Rasional
|
1. Auskultasi
bunyi napas
Catat adanya bunyi napas, misal : mengi, krekels,
ronchi
|
1. Beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat tak dimanifestasi-kan adanya bunyi
napas adventisius, misal : penyebaran krekels basah (bronkhitis), bunyi napas
redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi napas (asma
berat)
|
2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan.
Catat rasio inspirasi/ekspirasi
|
2. Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya
proses infeksi akut
|
3. Catat adanya/derajat dispnea,
misal : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distres pernapasan,
penggunaan otot bantu
|
3. Disfungsi pernapasan adalah
variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit, misal : infeksi, reaksi alergi
|
4. Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman, misal : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat
tidur
|
4. Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi
|
5. Pertahankan polusi lingkungan
minimum, misal : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi
individu
|
5. Pencetus tipe reaksi alergi
pernapasan yang dapat mentriger episode akut
|
6. Dorong/bantu latihan napas
abdomen/bibir
|
6. Memberikan pasien beberapa cara
untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
|
7. Kolaborasi dalam pemberian obat,
misal
- Bronkodilator : Biagonis,
epinefrin
- Xantin : aminofilin, oxtrifilin
|
7. Merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi
mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi, inhalasi
|
2. Diagnosa :
Pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) (Doenges, 1999)
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji frekuensi kedalaman
pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan
bicara/berbincang
|
1. Berguna dalam evaluasi derajat
distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit
|
2. Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas
dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/ toleransi individu
|
2. Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan
kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas
|
3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan
warna membran mukosa
|
3. Sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasi beratnya hipsemia.
|
4. Dorong mengeluarkan sputum :
penghisapan bila diindikasikan
|
4. kental, tebal dan banyaknya
sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tak efektif.
|
5. Awasi tingkat kesadaran/status
mental, selidiki adanya perubahan
|
5. Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/ somnolen
menunjukkan disfungsi sentral yang berhubungan dengan hipoksemia
|
3. Diagnosa :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual/muntah. (Doenges, 1999)
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi BB dan ukuran
tubuh.
|
1. Pasien distres pwernapasan akut
sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat
|
2. Auskultasi bunyi usus
|
2. Penurunan/hipoaktif bising usus
menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang
berhubungan dengan pembatasan masukan cairan, pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas dan hipoksemia.
|
3. Berikan perawatan oral sering,
buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
|
3. Rasa tidak enak, bau dan
penampilan adalah pencegahan utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat
mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
|
4. Hindari makanan penghasil gas dan
minuman karbonat.
|
4. Dapat menghasilkan distensi
abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat
meningkatkan dispnea.
|
5. Hindari makanan yang sangat panas
atau dingin.
|
5. Suhu ekstrem dapat
mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
|
4. Diagnosa :
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama. (Doenges, 1999)
Intervensi
|
Rasional
|
1. Awasi suhu
|
1. Demam dapat terjadi karena
infeksi/ dehidrasi
|
2. Kaji pentingnya latihan napas,
batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat.
|
2. Aktivitas ini meningkatkan
mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi
paru.
|
3. Observasi warna, karakter, bau
sputum.
|
3. Sekret berbau, kuning atau
kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
|
4. Dorong keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.
|
4. Menurunkan konsumsi/kebutuhan
keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi,
meningkatkan penyembuhan.
|
5. Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang kondisi berhubungan dengan kurang informasi
(Doenges, 1999)
Intervensi
|
Rasional
|
1. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses
penyakit individu. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.
|
1. Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
|
2. Instruksikan/kuatkan rasional
untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
|
2. Napas bibir dan abdominal/
diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan
napas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea.
|
3. Diskusikan obat pernapasan, efek
samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
|
3. Pasien sering mendapat obat
pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama dan
potensial interaksi obat.
|
4. Tunjukkan teknik penggunaan dosis
inhaler (matered dose inhaler/MDI) seperti bagaimana memegang, interval
semprotan 2-5 menit, bersihkan inhaler.
|
4. Pemberian yang tepat obat
meningkatkan penggunaan dan keefektifan.
|
5. Sistem alat ukur mencatat obat
intermiten/penggunaan inhaler.
|
5. Menurunkan risiko penggunaan tak
tepat/kelebihan dosis dari obat kalau perlu, khususnya selama eksaserbasi
akut, bila kognitif terganggu.
|
0 comments: